Arsip Tag: Web 2.0

Kelase.Com, Free Private Social Network and Online Classroom for Your Educational Institution


Kelase-Screenshot-1

Internet users must be familiar with social networking services like Facebook which is so famous. Within Facebook, you can connect with friends, familiy and unknown people from all over the world. Kelase (from Javanese, which means “class”) has the primary function similar to Facebook, which is equally as social networking. The difference is, Kelase reserved for educational institutions, meaning that Kelase can only be accessed by members of the educational institutions itself (educators / teachers, parents and students). Services like this are usually called as a private social network (private social network).

With Kelase, your educational institution (schools, colleges, and non-formal education institutions) can have its own Facebook. School members can easily communicate using a computer/laptop, smartphone or tablet because Kelase specifically designed for mobile use. Kelase very safe for the children because it is private, where they will only communicate with members of the school, not with strangers as is commonly done with common and open social networking services.

Baca lebih lanjut

Mengenal Kelase.Com, Layanan Gratis Jejaring Sosial dan Kelas Online untuk Institusi Pendidikan


Kelase-Screenshot-1

Pengguna internet pasti sudah tidak asing lagi dengan layanan jejaring sosial Facebook yang begitu mendunia. Dengan Facebook, kita dapat terkoneksi dengan teman, saudara dan orang lain yang sebelumnya belum kita kenal dari seluruh penjuru dunia. Kelase (dari bahasa jawa yang artinya “kelasnya“) memiliki fungsi utama yang sama dengan Facebook, yaitu sama-sama sebagai jejaring sosial. Bedanya, Kelase diperuntukkan bagi institusi pendidikan sehingga bersifat terbatas, artinya hanya dapat diakses oleh anggota institusi pendidikan tersebut (pendidik/guru, orang tua dan siswa). Layanan seperti ini biasanya disebut sebagai jejaring sosial privat (private social network).

Dengan Kelase, institusi pendidikan Anda (sekolah, perguruan tinggi, dan institusi pendidikan non-formal) dapat memiliki Facebook sendiri. Anggota sekolah dapat dengan mudah berkomunikasi dengan Kelase menggunakan komputer/laptop, smartphone maupun tablet karena memang kelase dirancang khusus untuk penggunaan mobile. Karena sifatnya yang terbatas (lingkup institusi) maka Kelase sangat aman bagi anak-anak, dimana mereka hanya akan berkomunikasi dengan anggota sekolah saja, tidak dengan orang asing seperti yang biasa dilakukan dengan jejaring sosial umum/terbuka.

Baca lebih lanjut

Maaf Saya Belum Menyerah untuk Berwirausaha


startup

Beberapa tahun lalu saya menghentikan bisnis rumah produksi multimedia saya yang ada di Semarang (Indiebrainer Studio) karena harus pindah kerja di Jakarta dan dikarenakan beberapa alasan lain. Setelah mendapatkan mitra, dan mulai membangun rencana bisnis, serta tak lupa mengumpulkan modal, maka tahun 2013 ini menjadi tonggak baru dalam kehidupan saya, karena ternyata Allah SWT memberi jalan kepada saya untuk kembali mendirikan usaha. Berbeda dengan bisnis sebelumnya yang menggunakan modal pribadi dan belum ada badan usaha formal, kali ini saya dan beberapa mitra memang serius dalam berinvestasi serta menaungi bisnis yang dikembangkan ini dalam badan usaha berbentuk PT (Perseroan Terbatas), bernama PT. Edukasi 101.

Baca lebih lanjut

e-Learning 2.0 = VLE + PLE, Pembelajaran Elektronik Saat Ini dan Masa Depan


e-Learning 2.0 : Social Learning Network Phenomenon

Sebutan e-Learning 2.0 mungkin hal yang baru buat sebagian dari Anda. Tambahan versi 2.0 dibelakang kata e-Learning sebenarnya menyiratkan hadirnya sesuatu yang baru dalam pengertian e-Learning itu sendiri dari versi sebelumnya yang e-Learning 1.0. Istilah e-Learning 2.0 digunakan untuk merujuk kepada cara pandang baru terhadap pembelajaran elektronik yang terinspirasi oleh munculnya teknologi Web 2.0.

Sistem konvensional pembelajaran elektronik biasanya berbasis pada paket pelajaran yang disampaikan kepada siswa dengan menggunakan teknologi Internet (biasanya melalui LMS) yang sering disebut dengan VLE (Virtual Learning Environments). Peran siswa dalam pembelajaran terdiri dari pembacaan dan mempersiapkan tugas. Kemudian tugas dievaluasi oleh guru. Sebaliknya, e-learning 2.0 memiliki penekanan pada pembelajaran yang bersifat sosial dan penggunaan perangkat lunak sosial (social networking) seperti blog, wiki, podcast dan Second Life. Fenomena ini juga telah disebut sebagai Long Tail learning. Selain itu juga, E-learning 2.0 erat hubungannya dengan Web 2.0, social networking (Jejaring Sosial) dan Personal Learning Environments (PLE). Baca lebih lanjut

Edupunk?, Yeah It’s Me!!!


Jim Groom as Poster Boy for Edupunk

Jim Groom as Poster Boy for Edupunk

Ketika melihat pertama kali kata “Edupunk” pikiran saya langsung tertuju pada sebuah aliran musik rock yang pernah saya gandrungi pada masa-masa SMA dulu. Ya! Punk! sebuah aliran musik yang etos dan semangatnya dapat kita bawa dan contoh dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika pertama kali mendapati kata ini di Wikipedia, saya begitu penasaran, hingga menghabiskan banyak waktu saya untuk menyusuri jejak Edupunk ini di dunia maya. Kata “Edupunk” pertama kali digunakan oleh Jim Groom pada 25 Mei 2008 dalam blog-nya.

Jim Groom mengartikan Edupunk ini sebagai pendekatan dalam praktek belajar mengajar yang dihasilkan dari sikap DIY (Do It Yourself). Stephen Downes mengidentifikasi 3 (tiga) aspek dari pendekatan Edupunk ini, yaitu :

Reaksi melawan komersialisasi pendidikan dan kapitalisme teknologi pendidikan
Sikap kemandirian dan kreativitas guru/siswa dalam Do It Yourself (DIY)
Berfikir dan belajar untuk diri sendiri

Jim Groom mengartikan hal ini sebagai upaya perlawanan terhadap komersialisasi LMS (Learning Management System) yang berharga sangat mahal di lingkungan tempatnya mengajar, yang menggunakan Blackboard sebagai LMS-nya dengan cara menggali kreativitas dengan memanfaatkan tool-tool web 2.0 gratis serta teknologi Open Source yang tersebar di jagad maya seperti Wikipedia, Blog, dan lainnya.

Semangat berkreatif dan mandiri seperti halnya sikap Do It Yourself inilah yang harusnya tertanam dalam benak para pengajar modern kita. Lewat berbagai keterbatasan yang ada mereka haruslah menjadi kreatif untuk mendapatkan solusi untuk tetap mengintegrasikan teknologi informasi dalam ruang kelas lewat cara yang murah dan mudah untuk dilakukan oleh siapapun.

Kata ini bukan berarti mengada-adakan istilah baru dari sesuatu yang telah ada. Bagaimanapun juga pola dan sikap kemandirian dan kreativitas ini telah ada sebelumnya (mengingat banyak pula yang tidak menyukai istilah ini). Namun ketika melihat kata ini, asyik juga untuk mengulasnya dalam blog ini. Thanks to Jim Groom as “The Edupunk Poster Boy!”.

Membuat Majalah Online dengan OpenZine


OpenZine, aplikasi Web 2.0 untuk membuat majalah online

OpenZine, aplikasi Web 2.0 untuk membuat majalah online

Mempublikasikan berita komunitas, majalah sekolah dan portfolio siswa secara online dapat dengan mudah Anda lakukan menggunakan sebuah aplikasi Web 2.0 bernama OpenZine. Lewat fasilitas ini Anda tidak sekedar menyertakan media teks dan gambar saja seperti halnya ketika kita membuat majalah konvensional, dalam malajah online yang dibuat menggunakan OpenZine, kita dapat menyertakan audio dan video, sehingga majalah online kita akan nampak lebih interaktif. Bahkan Anda pun dapat berkolaborasi bersama teman-teman untuk menyusun majalah online.

Skenario Integrasi OpenZine dalam Aktivitas Pembelajaran

Contoh tampilan sampul majalah online yang dibuat menggunakan OpenZine

Contoh tampilan sampul majalah online yang dibuat menggunakan OpenZine

Dalam pembelajaran berbasis proyek (PBL, Project Based Learning) kita dapat menggunakan aplikasi OpenZine sebagai media bagi siswa/siswi kita ketika membuat portfolio elektroniknya (E-Portfolio). Mereka dapat dengan mudah menyusun portfolio dalam bentuk majalah online, berkolaborasi dengan teman satu kelompoknya untuk membangun sebuah majalah, dan mempublikasikan lewat Internet dengan mudah.

Melatihkan keterampilan ini selain melatihkan keterampilan penggunaan teknologi informasi juga melatih soft skill mereka tentang bagaimana bekerjasama dan berempati dalam kelompok, berkomunikasi lewat media online, dan berkreatif dengan menuangkan ide dalam tulisan.