Penerapan E-Learning di Sekolah, Tidak Sekedar Pengembangan dan Implementasi Teknologi


ictE-Learning atau electronic learning memang telah menjadi tren pada beberapa tahun terakhir. Banyak sekolah dan universitas di Indonesia mengadopsi sistem pembelajaran ini di lingkungannya. Namun, banyak pihak merasa bahwa teknologi ini masih jauh untuk bisa diterapkan secara optimal di Indonesia, mengingat banyak keterbatasan yang ada.

Untuk mendukung penerapan e-Learning di sekolah, banyak sekali hal yang perlu dilakukan. Pengadaan infrastruktur server dan jaringan komputer serta penyediaan Learning Management System (LMS) sebagai ruang kelas virtual tempat berinteraksinya siswa dan pembelajar (fasilitator/guru/dosen) seringkali menjadi fokus utama dari implementasi e-learning.

Biasanya setelah infrastruktur dibangun dan ruang kelas online tersedia, maka dilaksanakanlah pelatihan dan sosialisasi dari sistem yang baru saja dibangun. Dalam pelatihan tersebut para staf pengajar akan diperkenalkan dengan ruang kelas virtual yang ada, termasuk bagaimana membuat kelas online, mengupload bahan ajar, melakukan pendaftaran siswa, proses evaluasi, dsb.

Hadir dalam pelatihan tersebut dosen yang memiliki paradigma “lama” yang resisten terhadap perkembangan teknologi dan dosen yang berparadigma “baru” yang sangat tertarik dengan perkembangan teknologi. Dosen berparadigma lama menganggap bahwa mereka sudah tidak memiliki waktu lagi selain di kelas tatap muka, untuk melakukan hal-hal tambahan seperti belajar teknologi baru, membuka ruang kelas virtual untuk menjawab pertanyaan siswa, dan lain sebagainya. Sedangkan dosen berparadigma baru akan memberikan respon yang kuat, mereka sangat tertarik untuk dapat secepatnya menerapkan di kelasnya, dan mereka sangat antusias untuk mempelajari hal-hal baru.

Hal tersebut diatas adalah hal yang lazim kita temui di Indonesia, dimana inovasi penerapan teknologi pendidikan sangat lamban terjadi. Keadaan ini memang harus dimaklumi mengingat kendala pemerataan teknologi dan minimnya dukungan pemerintah terhadap inovasi dan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Namun perlu diberikan penekanan, bahwa konsep dasar e-Learning adalah “pedagogi yang diperkuat oleh teknologi” (Wikipedia, 2009), sehingga guru harus berfikir tentang banyak aspek dari pedagogi dibanding kepada sisi teknologi saja. Artinya, guru haruslah memikirkan berbagai strategi pembelajaran agar efektif dan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, dibandingkan dengan fokus mengajarkan teknologi baru ini kepada para siswanya. Karena teknologi disini hanyalah sebagai “alat bantu” untuk mendukung tujuan pembelajaran itu sendiri.

Proses sosialisasi e-Learning pada sekolah dan universitas, seringkali dimaknai oleh guru berparadigma lama akan menggantikan dan menggusur posisi mereka nantinya karena lewat e-Learning jam tatap muka dikelas akan berkurang, lalu dominasi guru akan melemah. Hal tersebut salah adanya, berbeda konsep dengan penerapan e-Learning untuk menyelenggarakan perkuliahan jarak jauh. Konsep penerapan e-Learning yang dibahas pada tulisan ini, dimana sistem e-Learning diterapkan pada sekolah atau universitas, lebih pada menempatkan e-Learning sebagai suplemen dan komplemen dari perkuliahan yang telah ada. Dan memfungsikan dirinya sebagai tempat menyimpan bahan ajar, media interaksi antara dosen dan mahasiswa, media diskusi antara dosen dengan mahasiswa ataupun mahasiswa dengan rekan sejawatnya. Media evaluasi untuk mengumpulkan tugas, media untuk menggali kreatifitas siswa lewat portfolio, dsb.

Berbagai Kekhasan dari E-Learning

Penerapan e-learning dalam proses pembelajaran di kelas, khususnya di Indonesia lebih cocok difungsikan sebagai komplemen dari pembelajaran tatap muka di kelas serta untuk menambah jam tatap muka di kelas. Berbagai keunikan dari e-Learning ternyata tidak hanya dari sudut pandang teknologi saja, namun lebih pada unsur pedagogis. Fakta dan keunikan yang menarik tersebut antara lain :

  • Lewat pembelajaran mandiri (self-paced) yang ada dalam e-Learning, memberikan tantangan dan kesempatan kepada para siswa untuk belajar lebih cepat ataupun lambat. Hal ini dikarenakan dalam ruang kelas virtual telah tersedia berbagai sumber belajar dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir, dan siswa memiliki kesempatan belajar hal-hal baru diluar sesi yang tengah dijalaninya. Selain itu lewat belajar mandiri, siswa terbebas dari tekanan seperti halnya ketika mereka belajar di kelas, sehingga mereka akan mudah untuk belajar.
  • Pembelajaran bersifat self-directed atau diarahkan sendiri, sehingga mereka dapat memilih konten dan perangkat yang sesuai pada minat, kebutuhan dan tingkat keterampilan yang ingin mereka dapatkan. Harapan dari proses seperti ini adalah siswa nantinya akan mampu dan percaya diri untuk mengambil inisiatif mandiri (proactive learner) dalam belajar dalam menentukan kebutuhan belajarnya, memformulasikan tujuan pembelajaran mereka, mengidentifikasi sumber belajar, mampu memilih dan mengimplementasikan strategi pembelajaran yang sesuai serta mampu mengevaluasi hasil belajar mereka. (Malcolm Knowles, 1975)
  • Mengakomodasi berbagai gaya belajar dan menggunakan berbagai cara penyampaian untuk berbagai tipe pembelajar yaitu tipe Visual lewat penggunakan gambar, grafik/diagram serta visual lain, tipe Aural lewat penggunaan musik dan suara, tipe Verbal lewat penggunaan kata dan pidato, tipe Physical dengan penggunaan badan, tangan dan sentuhan (ketika mereka menggunakan komputer dan alat bantu lain untuk belajar dan mengerjakan tugas), tipe Logical lewat penggunaan logika, alasan dan sistem, tipe Social (Intrapersonal) lewat belajar dalam kelompok dengan siswa lain, dan tipe Solitary lewat belajar mandiri.
  • Siswa dapat belajar 24/7 (24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu) – kapan saja, dan dimana saja (asalkan tersedia koneksi Internet). Hal ini merupakan kelebihan e-Learning dimana siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja. Mereka dapat mengakses bahan ajar yang ada kapan saja, karena telah terupload dalam ruang kelas virtual.
  • Mengembangkan kemampuan berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman lain lewat kerja kelompok serta meningkatkan frekuensi kontak antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Mereka serasa berdekatan dengan dosen dan rekan sejawatnya, karena mampu mengajukan pertanyaan (jika mengalami kesulitan) kepada dosennya kapan saja lewat fasilitas yang tersedia (misalnya Forum Diskusi). Karena tidak bertemu langsung dengan dosen, seringkali mereka justru lebih leluasa dan berani untuk memberikan ide, bertanya dan berpendapat tentang suatu materi dibandingkan ketika mereka berdiskusi dalam kelas tatap muka.
  • Meningkatkan keterampilan komputer dan Internet. Lewat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran, maka secara tidak langsung, kemampuan dan keterampilan penggunaan teknologi akan ikut terasah.

Nilai-nilai diatas inilah yang sepantasnya menjadi pertimbangan tersendiri dalam penerapan e-Learning di sekolah ataupun universitas untuk mendukung proses pembelajaran yang ada. Banyak nilai positif yang dapat diadopsi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Permasalahan yang Sering Muncul dalam Penerapan e-Learning

Setelah melakukan sosialisasi dan penerapan e-Learning, seringkali banyak permasalahan yang muncul. Berbagai permasalahan yang diidentifikasi oleh penulis ketika mengimplementasikan e-Learning adalah :

  • Hanya beberapa dosen/guru saja yang memanfaatkan sistem ini dan menerapkan dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mungkin didasari bahwa tidak semua dosen/guru tertarik untuk memanfaatkan sistem ini dalam pembelajaran, atau mereka mengalami kesulitan untuk mentransformasi bahan ajar yang telah ada kedalam bentuk digital. Selain itu permasalahan yang sering timbul adalah mereka memiliki waktu yang terbatas untuk dapat memanfaatkan ruang kelas online yang ada.
  • Siswa tidak begitu peduli dengan ruang kelas virtual yang ada sehingga mereka kurang berminat dalam mengakses ruang kelas online yang ada. Hal ini seringkali dikarenakan tidak tersedianya perangkat ICT (Information and Communication Technology) untuk mendukung kegiatan ini, untuk dapat dipergunakan mengakses bahan ajar dan interaksi dalam ruang kelas online yang ada. Seringkali juga para guru dan dosen masih memisahkan penggunaan ruang kelas virtual dengan pembelajaran tatap muka, artinya mereka belum sepenuhnya mengintegrasikan dalam proses pembelajaran. Padahal mereka dapat mengambil satu kegiatan online untuk dapat diimplementasikan dalam setiap tatap muka dikelas, misalnya setelah mereka berdiskusi di kelas, maka mereka harus menuliskan hasil diskusi yang diperoleh kedalam kelas online mereka. Atau dosen/guru menugaskan mahasiswa untuk mengumpulkan tugas secara online. Kegiatan simpel semacam itu akan merangsang siswa untuk selalu mengakses ruang kelas online.

Untuk dapat mengatasi berbagai kendala diatas, pengembang e-Learning harus bergandengan tangan dengan stake holder untuk dapat melahirkan kebijakan-kebijakan dalam pengembangan e-Learning di sekolah, sehingga sistem ini masuk dan menjadi bagian dari sistem pembelajaran yang ada secara resmi. Bahkan stake holder harus mampu melahirkan kebijakan yang mendukung baik secara finansial maupun administratif agar semua guru/dosen serta siswa merasa nyaman dalam mengimplementasikan e-Learning.

Solusi yang Harus Dihadirkan oleh Sekolah

Untuk dapat mengatasi permasalahan yang sering timbul dari penerapan e-Learning, hendaknya sekolah lewat stake holder dapat mempersiapkan hal-hal seperti di bawah ini :

  1. Lahirnya kebijakan dari sistem, bahwa sistem e-Learning yang ada merupakan bagian dari sistem pembelajaran di sekolah/universitas. Dimana semua staf pendidik wajib untuk memanfaatkan sistem yang ada dan menggunakannya dalam proses pembelajaran. Selain itu kegiatan yang berhubungan dengan ruang kelas online memiliki bobot nilai tersendiri dan menjadi bagian dalam proses evaluasi/penilaian.
  2. Sekolah memfasilitasi guru dengan menyediakan perangkat ICT, entah lewat kredit lunak pembelian notebook/laptop atau menyediakan komputer di meja kerja guru. Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak dapat mengakses ruang kelas online.
  3. Sekolah menyediakan studio pengembangan multimedia dan e-Learning untuk mempermudah guru dalam mentransformasikan bahan ajar konvensional yang ada menjadi format digital. Dalam hal ini guru/dosen akan berperan sebagai SME (Subject Matter Expert) yang bertugas menelaah konten dari sisi keilmuannya, sedangkan operator dan tenaga multimedia di studio akan bertindak sebagai Instructional Designer yang akan menuangkan bahan ajar yang telah ada menjadi bahan ajar multimedia berformat digital. Sehingga guru/dosen tidak perlu lagi bersusah payah belajar tentang penyusunan bahan ajar multimedia, karena akan dibantu oleh staf teknis yang ada di studio pengembangan multimedia.
  4. Sekolah harus menyediakan media penjembatan (bridging) untuk menjembatani keterbatasan dosen/guru yang memiliki skill komputer rendah, atau keterbatasan dalam hal waktu untuk dapat tetap berpartisipasi dalam ruang kelas online mereka. Penjembatan ini dapat berupa asisten dosen yang ditugaskan untuk mencatat setiap pertanyaan yang masuk dalam ruang kelas online dalam format cetak, untuk kemudian menyampaikannya kepada dosen/guru. Selanjutnya setelah dosen/guru menjawab, asisten tersebut akan menguploadnya ke ruang kelas online. Begitu juga untuk kegiatan lainnya.
  5. Sekolah harus mampu menghasilkan kuliah online yang berkualitas. Artinya ruang kelas online harus jelas dalam memberikan informasi dan tujuan pembelajaran, terdapat berbagai unsur interaktifitas, dan berbagai unsur lainnya. Standarisasi seperti ini jarang diperhatikan oleh pengembang e-Learning di Indonesia. Kita dapat memanfaatkan standarisasi dari SREB (Southern Regional Education Board) untuk mengevaluasi kuliah online yang telah dihasilkan.
  6. Selain pelatihan teknologi, sepertinya para guru/dosen perlu diberikan pelatihan tentang pedagogis, seperti metode evaluasi dan metode fasilitasi siswa dengan memanfaatkan berbagai tingkat berfikir siswa untuk menuju high order thinking, strategi pembelajaran aktif, Project Based Learning (PBL) dan kemampuan lainnya. Sehingga dari sisi pedagogis mereka akan memiliki wawasan yang luas dalam mengintegrasikannya bersama teknologi (ICT).
  7. Sekolah perlu memikirkan penghargaan untuk para guru yang aktif dalam memanfaatkan ruang kelas online dalam proses pembelajaran mereka, produktif dalam menghasilkan bahan ajar multimedia serta melahirkan inovasi dalam pembelajaran yang ada. Hal ini akan memacu mereka untuk lebih giat dalam berkarya. Selain itu juga perlu dipikirkan untuk memberikan punishment bagi mereka yang tidak berkembang.
  8. Sekolah harus memberikan kemudahan akses kepada para siswa untuk mengakses ruang kelas online. Penyediaan warnet (warung internet) di sekolah, laboratorium komputer yang dapat digunakan serta terminal akses publik (kiosk) sangat diperlukan, agar mereka dapat dengan mudah mengakses ruang kelas online yang ada.
  9. Sekolah harus mampu untuk melakukan pendekatan kepada orang tua siswa untuk mendukung hal ini, mengingat ditangan merekalah dukungan terhadap ketersediaan komputer dan akses Internet untuk para siswa dirumah. Selain itu dukungan dari orang tua siswa dibutuhkan untuk mengarahlan dan mengontrol penggunaan Internet oleh para siswa agar tetap pada penggunaan yang semestinya, yaitu untuk mendukung proses belajar mereka, bukan untuk penggunaan menyimpang. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pelatihan khusus tentang Internet kepada orang tua siswa supaya mereka dapat melakukan kontrol yang optimal. (Update 14/06/2009)

Berbagai uraian diatas didasarkan pada pengalaman yang ditemui penulis selama menjadi dosen, pengembang e-Learning dan konsultan untuk teknologi pembelajaran. Berbagai pengalaman tersebut ditulis untuk dapat menjadi inspirasi dan berguna bagi sekolah/universitas yang berminat atau sedang menerapkan e-Learning di lingkungan belajarnya. Semoga bermanfaat!

Tentang Penulis :

Winastwan Gora, seorang pendidik, penulis buku komputer serta konsultan teknologi pembelajaran. Saat ini aktif sebagai Education Technology Officer pada yayasan internasional Education Development Center di Jakarta. Pernah menjadi fasilitator, pemateri dan tenaga ahli pada pengembangan m-learning dan e-learning pada beberapa proyek pemerintah dan swasta sejak tahun 2002. Beberapa peminatan yang dikuasainya adalah tentang multimedia authoring, video production, m-learning, video streaming, virtual learning environment (VLE), software development, instructional design, active learning dan project based learning with technology integration. Penulis dapat dihubungi di alamat email : wgora@edc.org, indiebrainer@yahoo.com. Berbagai pemikiran dan tulisan penulis dapat diakses pada blog : https://gora.wordpress.com

(C) Hak Cipta 2009 Winastwan Gora. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang. Tidak diperbolehkan untuk mereproduksi, memodifikasi dan mendistribusikan konten yang ada tanpa seijin dari penulis.

Ditandai:, , , , ,

14 komentar di “Penerapan E-Learning di Sekolah, Tidak Sekedar Pengembangan dan Implementasi Teknologi

  1. ladywithtips Juni 14, 2009 pukul 6:38 pm Reply

    Wah bagus juga nih memberi wawasan… Tapi toh e-learning cuma cara. Hasil dari sesuatu kan ditentukan juga dengan tujuan 🙂

    http://ihatehighschool.wordpress.com

  2. SQ Juni 14, 2009 pukul 6:45 pm Reply

    salam kenal 🙂
    blog anda inspiratif dan sangat referensial. kebetulan kita mau belajar dan launching progran Internet for Education di daerah. Mohon bimbingannya di dunia maya.

  3. gora Juni 14, 2009 pukul 7:44 pm Reply

    Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. Anda benar e-Learning hanyalah cara dan alat bantu, tujuan utama adalah bagaimana mencapai tujuan pembelajaran.

  4. @hmad Juli 3, 2009 pukul 9:56 am Reply

    high cost learning neh

  5. berbagicerita Juli 18, 2009 pukul 1:07 am Reply

    bagus sekali e-learning for info,makasih yah!!!

  6. ade Agustus 3, 2009 pukul 1:05 am Reply

    Contoh elearning untuk PT:
    http://elearning.gunadarma.ac.id/
    Untuk bahan ajar:
    http://ocw.gunadarma.ac.id/
    Untuk paper:
    http://repository.gunadarma.ac.id/
    Contoh Virtual Class:
    http://v-class.gunadarma.ac.id

    Semoga bermanfaat

  7. syifa abdullah Oktober 3, 2009 pukul 10:08 am Reply

    salam,

    saya mint izin copy n paste bahan anda sebagai rujukan assingment sya.
    mohon diizinkan.
    ucapan terima kasih

  8. Gora Oktober 7, 2009 pukul 8:24 am Reply

    Silahkan Mas,
    Semoga bermanfaat!

  9. Sugian Nur November 2, 2009 pukul 9:50 pm Reply

    Blog yang luar biasa, mohon ijin copy n paste mas Gora.
    Trims.

    • Utami Hariyadi Maret 4, 2010 pukul 6:19 am Reply

      Yth. Bapak Winastwan,

      Bahasan anda tentang konsep elearning sangat jelas dan mudah dipahami. Sya mohon ijin untuk menggunakan tulisan anda sebagai acuan. Terimakasih.

  10. Gora Maret 4, 2010 pukul 3:23 pm Reply

    Silahkan Bu, dengan senang hati 🙂

  11. primawae April 14, 2011 pukul 11:02 pm Reply

    saya izin untuk copy iia…

  12. dedisasmito Maret 5, 2014 pukul 5:56 am Reply

    izin copy pak, bagus sekali

  13. Diana September 4, 2014 pukul 4:42 pm Reply

    ijin copy ya Pak

Tinggalkan komentar